Sunrays

Blogger Template by ThemeLib.com

Powered By Blogger

MENGUKUR BOLA-BOLA DARI KEJAUHAN

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.17

Salah satu prestasi besar yang dicapai kecerdasan manusia adalah pengetahuan yang mengagumkan mendalamnya tentang planet, sedangkan pengetahuan tersebut semata-mata diperoleh dari mempelajari planet dari jarak jutaan kilometer dengan menggunakan berbagai peralatan. Walaupun perkembangan cepat teknologi antariksa sekarang mulai memungkinkan telaah langsung, namun selama waktu bertahun-tahun mendatang sebagian besar informasi tentang tata surya akan tetap diperoleh dari gelombang-gelombang elektromagnetik yang melintasi ruang hampa dalam antariksa tanpa zat antara untuk perambatannya.

Untunglah gelombang elektromagnetik yang penuh daya ini terdapat dalam banyak ragam yang masing-masing mempunyai kegunaan khusus. Cahaya kasat mata adalah salah satu bagian, tetapi hanya bagian kecil dari spektrum elektromagnetik. Salah satu ujung spektrum merupakan kumpulan gelombang radio yang panjangnya beberapa kilometer, sedangkan ujung yang lain adalah sinar-sinar gamma yang gelombangnya lebih pendek dari pada seperseribu juta senti meter. Diantara kedua ujung ini, dengan urutan mulai dari gelombang yang panjang, terdapat gelombang radio pendek dan gelombang mikro yang digunakan dalam komunikasi; berbagai sinar inframerah; cahaya kasat mata biasa, sinar ultraviolet serta sinar X. Walaupun sumber yang berbeda menghasilkan gelombang yang berbeda panjang maupun ciri-cirinya, semua merambat dengan kecepatan yang sama – yaitu 300.000 kilometer per detik – dan semua menghasilkan informasi bila diolah dengan cermat dan ahli.

Mata telanjang manusia tidaklah banyak gunanya untuk mengamati planet secara menditil. Mata adalah hasil karya besar evolusi dan terancang indah untuk tujuan alamnya, yakni menjaga agar pemiliknya selalu mengetahui perubahan cepat lingkungannya. Tetapi bagi kebanyakan pengamat astronomi mata merupakan alat tumpul yang jauh dari sempurna. Kepekaan mata hanya terbatas pada cahaya kasat mata, yang merupakan bagian kecil spektrum elektromagnetik. Terhadap gelombang lainnya mata sama sekali buta. “Daya pisah“ atau kemampuannya untuk memisahkan sumber-sumber cahaya yang berdekatan dan dengan demikian melihat ditil-ditil yang lembut sangatlah kasar. Banyak bintang yang biasa kita lihat, misalnya Mizar di rasi Biduk Besar, tampak ganda bila dilihat dengan teleskop paling sederhana sekalipun. Namun mata melihatnya sebagai bintang tunggal karena ketidakmampuannya memisahkan benda-benda yang jaraknya kurang dari satu menit busur, yaitu kira-kira sepertiga puluh garis tengah bulan purnama. Sungguh mengagumkan bahwa orang dengan kecerdikannya telah berhasil mengetahui garis besar susunan tata surya hanya dengan melihat mata bugil karena belum ditemukannya teleskop, yakni alat yang begitu besar jasanya dalam perkembangan pesat astronomi modern.

Teleskop adalah hasil kerja para pembuat kaca mata di Belanda yang dari generasi ke generasi mengasah lensa tanpa mengetahui lika-liku kerjanya. Beberapa tahun setelah awal abad ke-17 salah satu di antaranya, mungkin seorang pria yang bernama Lippershey, secara kebetulan belaka menemukan bahwa bila dua lensa dengan kelengkungan yang tepat diletakkan pada jarak yang tepat dapat menyebabkan benda yang jauh tampak lebih besar. Galileo adalah orang pertama yang menerapkan penemuan mencengangkan ini pada pekerjaan serius dalam astronomi.

Alat-alat Galileo masih kasar. Teleskopnya yang pertama memiliki daya pembesaran sekitar tiga kali garis tengah. Tetapi ketika diarahkan ke angkasa pada tahun 1609, alat ini sangat memperluas dan memperkaya pengetahuan manusia mengenai alam semesta. Berbagai hal yang mengagumkan diperoleh melalui tabung kecil itu. Salah satu penemuan besarnya adalah keempat satelit Yupiter yang terang. Venus yang merupakan penemuan besar berikutnya ternyata memiliki fase-fase seperti bulan. Ia menyadari benar-benar pentingnya penemuan yang sedang dilakukannya. “Saya sungguh-sungguh takjub“, demikian tulisnya kepada seorang teman pada tahun 1610,“dan saya mengucap syukur yang tak terhingga kepada Tuhan karena telah berkenan mengizinkan saya menemukan keajaiban-keajaiban begitu besar yang belum pernah diketahui pada segala abad yang lampau“.

Teleskop modern, terutama yang besar-besar, dapat menggunakan cermin cekung sebagai ganti lensa, tetapi semuanya bekerja berdasarkan asas optika yang sama dan semuanya melakukan dua hal. Pertama, lensa maupun cermin cekung itu memperbaiki daya pisah mata, yaitu kemampuannya melihat ditil-ditil yang halus. Lensa obyektif atau lensa depan membentuk santir terbalik pada fokusnya. Besar santir ini bergantung pada jarak benda ke lensa. Santir ini dapat dilihat langsung kalau kita meletakkan kaca buram pada titik pumpun. Gambar yang tampak umumnya sangat kecil, namun merupakan obyek yang tertangkap dalam tabung teleskop dan dapat diamati dengan lensa okuler. Bagaikan mikroskop, lensa okuler dapat memperbesar gambar itu sebesar yang dikehendaki, seperti mikroskop biasa memperbesar serangga yang hampir tak terlihat menjadi makhluk yang mengerikan. Santir Mars, yang kelihatan seperti noda merah kecil, dapat diperbesar sehingga tanda-tanda yang terdapat di permukaannya dapat dilihat secara terpisah oleh mata kasar manusia.

MEMAMPATKAN CAHAYA BAGI MATA

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.14

Jasa kedua teleskop adalah mengumpulkan cahaya. Garis tengah pupil mata tidak pernah lebih besar dari tiga perempat sentimeter, dan semua cahaya harus melewati lubang kecil itu. Lensa obyektif suatu teleskop merupakan padanan pupil mata. Yang berbeda adalah ukurannya. Karena lebih besar, lensa mengumpulkan lebih banyak cahaya, dan cahaya ini kemudian dimampatkan dalam berkas sinar yang cukup kecil hingga dapat memasuki pupil. Dengan demikian mata dapat menerima lebih banyak cahaya yang dipancarkan sumber. Ini menyebabkan benda yang dilihat menjadi tampak lebih terang. Lensa selebar lima meter pada teleskop Mount Palomar di Kalifornia, salah satu teleskop paling besar, memusatkan 360.000 kali lebih banyak daripada yang dilihat mata. Bila lensa itu diarahkan ke matahari dan digunakan sebagai suryakanta (hal yang kiranya tidak akan dilakukan), sebuah batu bata akan dapat dilelehkan sehingga berlubang cukup besar.

Berapa pun besarnya dan betapa pun perancangannya, teleskop baru merupakan awal teknologi astronomi. Yang tidak kalah pentingnya adalah fotografi, karena fotografi mampu memperbaiki peri kerja mata dengan berbagai cara lain. Bila film fotografi diletakkan pada titik pumpun sebuah teleskop, seluruh teleskop akan berlaku sebagai sebuah kamera, dan film tadi akan membuat rekaman permanen yang dapat ditelaah dengan santai dan dapat diamati kelak.

Yang masih penting lagi ialah bahwa santir pada film itu tak terbentuk dalam sekejap seperti santir pada mata. Santir tersebut terbentuk sedikit demi sedikit semakin jelas seperti gambar pensil yang makin hitam bila pensilnya digoreskan berulang-ulang. Suatu kamera teleskop dapat mengikuti gerak benda samara-samar yang sama selama semalam – atau bahkan beberapa malam – sementara cahayanya yang lemah membentuk gambar semakin jelas pada film. Lengan spiral galaksi tumbuh, jam demi jam, sehingga menjulur jauh ke ruang antar galaksi. Dengan waktu pemotretan yang sangat lama telah dibuat gambar langit yang bukan main mengagumkannya.

Kalau melihat obyek astronomi melalui teleskop atau memotretnya, kita hanya memanfaatkan sebagian kecil saja informasi yang terkandung dalam cahaya, yaitu arahnya dan intensitas nisbinya, yang bersama-sama membentuk santir obyek tadi pada retina mata atau pada film kamera. Tetapi bila cahaya dipecah menjadi berbagai panjang gelombang yang biasanya membentuk cahaya itu, informasi lain akan dapat digali. Untuk memungkinkan analisis ini, cahaya harus dipelajari dengan prisma atau kisi-kisi halus sejajar dalam alat yang disebut spekroskop. Dengan alat ini orang telah memperoleh bagian penting pengetahuaannya tentang alam semesta.

PELANGI DARI PLANET

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.10

Setiap orang pernah melihat pelangi, dan kebanyakan orang mengetahui bahwa cahaya matahari yang melewati sebuah prisma akan tersebar dan membentuk pola warna pelangi. Setiap warna mengandung suatu kelompok gelombang sehingga keseluruhannya membentuk rentangan gelombang mulai dari yang terpendek di dalam warna violet atau ungu yang kasat mata hingga yang terpanjang di dalam warna merah. Bila dilihat dengan mata, warna itu tidak memberikan banyak informasi karena mata tidak memiliki alat untuk menangkap perbedaan kecil pada panjang gelombang. Tetapi bila cahaya matahari dipancarkan melalui celah sempit lalu disebarkan oleh prisma, spektrum pelanginya di silang oleh ribuan garis terang dan gelap. Setiap garis adalah santir celah pada cahaya yang panjang gelombangnya sedikit berbeda, dan setiap garis menyampaikan suatu kisah dari tempat asalnya.

Garis terang gelap itu merupakan kode rahasia yang oleh ilmu telah mulai ditafsirkan secermat-cermatnya. Bila suatu gas, misalnya, dipanaskan sedemikian hingga mengeluarkan cahaya kasat mata, cahaya ini merupakan kumpulan gelombang yang terbatas jumlahnya. Bila diamati dengan spektroskop, cahaya akan terpecah menjadi spektrum yang terdiri dari garis-garis terang yang berdiri sendiri-sendiri. Spektrum ini berbeda bagi setiap unsur kimia. Garis–garis terang yang terkandung di dalamnya – jumlahnya, intensitas nisbinya dan panjang gelombangnya yang khas – merupakan ciri khusus unsur sebagaimana sidik jari merupakan ciri khusus orang. Bila suatu pola spektrum dikenal, atau sebagian darinya, ditemukan dalam sebuah spektrum, maka unsur kimia pembentuk spektrum itu dapat pula dikenali. Dan kerap kali jumlah unsur tersebut pada sumber cahaya dapat ditaksir.

Garis-garis gelap mempunyai asal-usul yang sangat serupa. Dalam keadaan tertentu suatu unsur mampu mennyerap cahaya, bukannya memancarkannya. Cahaya yang diserap sama panjang gelombangnya dengan yang dapat dipancarkannya. Maka bila suatu spektroskop menganalisis cahaya yang sebagian telah diserap oleh suatu zat selagi cahaya itu melewatinya atau terpantul darinya, akan muncul suatu spektrum tipe kedua. Spektrum serapan ini terdiri dari garis-garis gelap yang polanya persis serupa dengan pola garis terang yang dipancarkan unsur tersebut.

Dengan membandingkan deretan garis terang dan gelap di atas spektrum unsur yang sudah dikenal di bumi, para ahli astronomi dapat mengatakan unsur apakah pembentuk bintang. Teknik itu dapat diterapkan pada planet, walaupun tidak langsung seperti bintang karena planet tidak mengeluarkan cahayanya sendiri yang dapat kita lihat dan hanya menyinarkan pantulan cahaya matahari. Tetapi bahan atmosfernya atau permukaannya memang menyerap sebagian spektrum matahari sehingga dapat menyingkapkan sedikit komposisi kimianya. Bila diperlukan bukti bahwa bulan tak terbuat dari keju, spektroskopi mampu membuktikannya.

Planet itu relatif dingin dan oleh karenanya memancarkan sedikit saja radiasinya sendiri. Yang dipancarkan hampir seluruhnya inframerah. Ahli astronomi dapat mengarahkan teleskopnya ke sebuah planet dan dengan peralatan peka mengukur sampai berapa derajat detektor yang berada di bumi dipanasi oleh gelombang inframerah tertentu yang dipancarkan oleh planet itu. “Suhu kecerlangan inframerah“ planet itu kemudian dapat dihitung. Suhu inilah yang seharusnya terdapat pada planet tersebut agar dapat menyampaikan daya inframerah sebanyak yang diamati oleh peralatan di bumi. Suhu ini mungkin suhu suhu permukaan planet atau lapisan awannya, tergantung dari manakah datangnya pancaran radiasi inframerah itu ke antariksa.

Gelombang yang bercerita demikian banyak tentang planet harus menembus atmosfer bumi sebelum teleskop mengubahnya menjadi spektrum atau santir. Bagi banyak gelombang, perjalanan itu tidaklah lancar. Sebagai orang biasa, ahli astronomi dapat saja mengagumi birunya langit atau menikmati keindahan awan pada saat matahari terbenam, tetapi dari kacamata profesi, mereka memandang atmosfer sebagai hal yang menjengkelkan. Atmosfer bagi mereka merupakan selimut yang menyesakkan karena mencegat sebagian besar informasi yang sebenarnya sedang dituangkan oleh alam semesta ke dalam alat mereka. Lebih jelek lagi, selimut ini selalu bergerak-gerak; bagaikan udara di atas jalanan panas, atmosfer terus bergolak sehingga mendistorikan cahaya yang berhasil menembusnya dengan susah payah.

BILA BINTANG MENARI-NARI

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.07

Pada malam yang paling cerah sekalipun, yakni pada saat langit hitam membeledu dan bintang berkelap-kelip bagaikan permata, kerap kali orang tak dapat melakukan pengamatan serius. Santir-santir bintang menari-nari bagaikan kutu, dan tanda-tanda pada permukaan planet menjadi kabur. Para ahli astronomi menyebut keadaan itu “ketampakan buruk”. Keadaan ini sampai tahap tertentu dapat dihindari dengan mendirikan observatorium di puncak gunung di daerah kering. Di situ jarang ada awan dan kebanyakan golakan atmosfer berada di bawahnya. Tetapi di tempat paling baik pun, ketampakan buruk membatasi kemampuan teleskop yang paling peka.

Akibat ketampakan buruk, mata telanjang manusia masih menempati tempat terhormat dalam astronomi keplanetan. Pemotretan sebuah planet, walaupun dilakukan dengan teleskop besar, memerlukan waktu pencahayaan yang agak panjang dan selama itu golakan atmosfer mengaburkan santir dan melenyapkan ditil-ditil halus. Tetapi mata manusia yang mampu melihat dalam sekejap dapat mengamati planet dari belakang teleskopnya malam demi malam dengan menantikan saat-saat langka ketika atmosfer kebetulan terang. Pada saat sekejap yang memesonakan permukaan planet menjadi luar biasa jelasnya. Tanda-tanda yang menggoda tiba-tiba saja terlihat dan dengan cepat lenyap kembali. Bila pengamat cukup ahli dan terlatih, ia dapat membuat corat-coret yang menggambarkan beberapa tanda sebelum lenyap.

Bahkan andaikata atmosfer itu selalu dalam keadaan terang sepenuhnya, kita tetap terhalang olehnya. Udara pada hari cerah tampak tembus pandang karena mata hanya peka untuk mengindra gelombang tertentu dari raidasi elektromagnetik – yaitu gelombang cahaya kasat mata – yang tidak diserap atmosfer. Terhadap lain-lain jenis radiasi, atmosfer sama kedapnya dengan asap tebal. Ahli astronomi menggambarkan keadaan itu dengan kata-kata yang agak aneh, yakni bahwa cahaya yang dilihat oleh mata ini telah melewati “jendela cahaya kasat mata” di dalam atmosfer.

Atmosfer dapat dibayangkan sebagai dinding kedap yang dipasang melingkupi seluruh spektrum gelombang elektromagnetik. Pada dinding itu terdapat berbagai lubang atau jendela yang masing-masing cocok dengan gelombang tertentu pada berbagai spektrum. Salah satu jendela itu dapat dilewati cahaya kasat mata; jendela lain melewatkan sekelompok gelombang inframerah. Gelombang yang jatuh pada bagian di antara jendela tak dapat lewat.

Aneka cahaya dideteksi dan direkam oleh para ahli astronomi berkat teknik yang secara kasar menyerupai cara mata menanggapi cahaya kasat mata. Tetapi atmosfer memiliki suatu jendela lain yang lebar. Jendela ini dilewati oleh gelombang yang harus diperlakukan dengan cara lain. Tidak ada makhluk bumi yang dengan organ indra alamnya memanfaatkan gelombang tersebut, karena demikian panjang sehingga merupakan gelombang radio dan harus “dilihat“ dengan alat penerima radio.

JENDELA RADIO

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.02

Pada tahun 1931 seorang ahli fisika Amerika, Karl Jansky, menyelidiki suatu macam derau radio atau statik yang mengganggu komunikasi jarak jauh. Derau itu disebabkan oleh radiasi yang dikenal panjang gelombangnya tetapi ternyata berasal dari luar atmosfer. Penemuan Jansky ini merupakan awal astronomi radio. Kini astronomi radio merupakan teknik yang hampir sama pentingnya dengan pengamatan astronomi melalui jendela kasat mata dan jendela sinar inframerah.

Tidak semua gelombang radio dari antariksa dibiarkan oleh jendela radio dalam atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Gelombang mikro yang panjang gelombangnya kurang dari satu senti meter (yang digunakan dalam radar) diserap oleh uap air dalam atmosfer. Gelombang yang lebih panjang daripada sekitar 15 meter akan dipantulkan kembali ke antariksa oleh lapisan bermuatan listrik yang membelokkan gelombang radio buatan manusia mengikuti kelengkungan bumi. Tetapi radiasi antara satu senti meter dan 15 meter dapat melewati jendela radio, dan radiasi ini membawa beraneka ragam informasi yang tak dapat diperoleh dari astronomi optis.

Teleskop radio pada dasarnya berbeda dengan teleskop optis. Teleskop radio yang diarahkan ke suatu planet atau benda lainnya tidak membentuk santir benda itu. Biasanya teleskop ini memusatkan gelombang radio dari planet secara keseluruhan ke detektor sehingga intensitas radiasinya pada berbagai saat dapat dicatat dalam bentuk yang mudah ditelaah, misalnya berupa garis berkelok-kelok pada pita kertas yang bergeser. Kerap kali teleskop terpasang diam dan rotasi bumilah yang menyapukannya melintasi langit sampai pada suatu saat teleskop itu mengarah ke suatu sumber gelombang radio. Suatu lonjakan besar lalu terlihat di antara gelombang-gelombang yang lebih kecil pada kertas. Tinggi lonjakan menunjukkan jumlah energi radio yang diterima dari sumber pada panjang gelombang yang dipilih sesuai setelan teleskop itu. Adanya lonjakan sinyal radio itu saja sudah membuktikan bahwa ada sesuatu di atas sana – suatu fakta yang dalam banyak hal tak dapat dijelaskan dengan cara lain – dan panjang gelombangnya dapat memberitahukan kira-kira apakah sesuatu itu. Tetapi yang paling penting adalah bahwa kuatnya lonjakan itu dapat menunjukkan suhu obyek. Dalam hal ini teleskop radio berlaku sebagai termometer. Teleskop dapat juga mendeteksi medan magnet dengan menangkap radiasi yang dipancarkan oleh partikel bermuatan yang bergerak dalam medan magnet itu.

Astronomi radio sangat berguna untuk menelaah planet, antara lain karena planet tidak memancarkan cahaya kasat mata dari planet itu sendiri. Planet terbentuk dari bahan yang memancarkan gelombang radio. Dan, berbeda dengan cahaya kasat mata, gelombang tadi mudah menembus atmosfer planet dan lapisan awan. Bukti pertama bahwa suhu Venus melampaui 300O C dideteksi oleh teleskop radio di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut Amerika Serikat di Washington D.C pada tahun 1965. Jalur partikel bermuatan berkecepatan tinggi yang melingkungi Yupiter, sebagaimana jalur Van Allen melingkungi bumi, merupakan rahasia yang baru terpecahkan ketika gelombang radio dari jalur itu dirunut sampai sumbernya oleh dua teleskop radio berukuran 27 meter di Institut Teknologi Kalifornia.