Sunrays

Blogger Template by ThemeLib.com

Powered By Blogger

AWAL MULA KEHIDUPAN

Published by ABAD ANTARIKSA under on 21.47

Tidak mudah membayangkan bumi empat milyar tahun yang lalu. Mungkin lautan yang meliputi sebagian besar permukaan, atau mungkin hanya terdapat beberapa lautan yang terpisah-pisah di tempat rendah. Tidak ada kehidupan, bakteri pun tidak. Di atmosfer asing yang belum dapat dihirup untuk bernafas itu, langit tentu telah berwarna biru. Agaknya sudah ada awan di langit dan hujan turun darinya, sebab ada jejak-jejak erosi air pada batuan yang terbentuk sangat lama sebelumnya.

Cahaya matahari yang mencapai bumi pada waktu itu mengandung sinar ultraviolet yang dapat membunuh kebanyakan makhluk modern, tetapi sinar ultaviolet ini juga yang mempunyai pengaruh yang tampaknya bertentangan, yaitu membantu mulainya kehidupan. Ketika sinar ultraviolet yang sangat kuat dalam cahaya matahari itu memecahkan molekul-molekul sederhana dalam atmosfer, beberapa pecahannya bersatu menjadi paduan dan membentuk senyawa organik seperti misalnya aldehida dan sianida. Karena lebih berat daripada kebanyakan unsur dalam atmosfer, senyawa ini mengendap ke permukaan atau hanyut ke bawah oleh hujan.

Lambat laun senyawa-senyawa baru itu terkumpul makin banyak dalam lautan yang sedang terbentuk. Setelah beberapa juta tahun lamanya terjadi interaksi antara senyawa-senyawa itu, air lautan menjadi larutan berbagai zat organik yang molekul-molekulnya bergabung akibat rangsangan sinar ultraviolet sehingga makin besar dan makin rumit. Beberapa di antaranya merupakan senyawa yang memegang peranan kunci dalam kimia kehidupan di bumi sekarang. Senyawa ini tidak mungkin bertahan dalam lautan masa kini karena berbagai organisme renik akan menelannya sebagai santapannya. Demikianlah senyawa tersebut selamat dan bertambah jumlahnya. Lautan pada waktu itu mungkin telah menjadi begitu kaya akan zat organik sehingga mirip sop daging saja.

Ini bukan hasil terkaan buta atau khayalan ilmiah. Tahap pertama proses ini dapat ditiru dalam laboratorium dengan menaruh metan, amoniak, air, dan hidrogen dalam sebuah bejana kaca yang ditutup rapat agar mirip dengan keadaan atmosfer purba. Bunga api listrik dilewatkan melalui zat-zat tersebut sebagai ganti energi yang ditambahkan oleh sinar ultraviolet atau petir. Hasilnya adalah campuran yang kaya akan zat organik, termasuk asam amino yang merupakan komponen protein. Percobaan lebih mendalam yang beberapa di antaranya memakai sinar ultraviolet telah membuktikan bahwa banyak bahan lain yang secara biologis penting dapat tersintesiskan dari senyawa-senyawa sederhana berkat kerja alam hukum fisika dan kimia pada lingkungan planet primitif. Dalam daftar yang panjang tercantum ATP (adenosine tripdosphate). Zat tersebut menyimpan energi dalam proses-proses vital kehidupan dan juga nukleotida, yakni bahan pembentuk asam nukleat yang merupakan bahan dasar bagi hereditas.

Kalau penciptaan seperti itu dapat dilakukan dengan berhasil di dalam laboratorium, tidak akan sukar mempcayai bahwa lautan yang mengandung larutan organik dan disinari sinar ultraviolet selama milyaran tahun dapat menghasilkan aneka ragam molekul, termasuk molekul sangat rumit yang memiliki beberapa ciri organisme hidup. Molekul ini mengumpulkan bahan dari sekelilingnya dan menggunakannya untuk menunjang pertumbuhannya serta menyimpan cukup informasi untuk membentuk molekul secara tepat merupakan tiruannya. Kalau molekul semacam itu juga memiliki kemampuan untuk berevolusi dan menjadi labih efisien, kita dapat menganggapnya benar-benar hidup.

Itulah yang menurut dugaan terjadi empat milyar tahun yang lalu. Organisme yang tercipta pada waktu itu sudah pasti jauh lebih sederhana daripada bakteri dan virus modern yang paling rendah, bahkan mungkin lebih sederhana daripada molekul besar asam nukleat yang mengendalikan berkembangbiaknya semua kehidupan modern. Organisme itu mungkin hidup dengan lamban dan memerlukan waktu lama untuk berbiak. Selang beberapa waktu mungkin terdapat beberapa atau banyak jenis organisme dengan susunan kimia berbeda. Kalau bumi pada waktu itu memiliki laut yang terpisah-pisah tanpa penghubung dalam waktu yang lama, dan ini memang mungkin, maka tiap laut mungkin mengembangkan tipe kehidupannya sendiri.

Tetapi evolusi Darwin sesungguhnya telah mulai pada tingkat molekul. Dengan perubahan (mutasi) yang terjadi secara kebetulan beberapa organisme menjadi lebih efisien dan mewariskan keunggulan tersebut. Organisme ini berbiak lebih cepat, dan menyebabkan pesaing yang lebih lemah mati kelaparan dalam persaingan berebut makanan dalam air yang seperti sop itu. Akhirnya tibalah saat ketika suatu organisme yang mencapai perubahan evolusi yang menguntungkan menjadi jauh lebih efisien daripada yang lain. Keturunannya menyebar di seluruh lautan bumi primitif dan memusnahkan semua pesaing. Hampir tidak ada keraguan bahwa peristiwa besar itu benar-benar terjadi. Buktinya adalah bahwa setiap organisme yang hidup di bumi sekarang, dari bakteri hingga manusia, mempunyai susunan rumit dasar kimia yang sama. Jadi semuanya adalah keturunan butiran submikroskopik, si pemenang tunggal yang merajai lautan jauh pada masa yang lalu.

Selama jangka waktu yang panjang, barangkali beberapa ratus juta tahun, organisme primitif tetap kecil, tidak efisien, dan tidak sebanyak makhluk yang berenang-renang memenuhi lautan modern. Satu-satunya makanannya hanyalah zat organik bentukan sinar ultraviolet yang jumlahnya tidak banyak dan mungkin makin berkurang. Namun organisme itu berevolusi mengembangkan kemampuan menyerap cahaya kasat mata biasa dan menggunakan energinya untuk membuat makanan dari air dan karbon dioksida.

Proses yang disebut fotosintesis ini memberikan dorongan baru bagi kehidupan di bumi. Kehidupan tak lagi harus menggantungkan diri pada setitik makanan yang kebetulan dapat diperoleh. Organisme baru yang berfotosintesis atau tumbuhan ini dapat membuat makanannya sendiri yang hanya dibatasi oleh banyaknya cahaya matahari yang tersedia. Binatang pun berkembang melalui proses evolusi dan mulai memakan tumbuhan serta berkembangbiak bersamanya.

Fotosintesis tumbuhan hijau ini menandakan berakhirnya tahap awal atmosfer bumi. Ketika tumbuhan yang baru muncul itu menggunakan karbon dioksida dan air untuk membuat gula dan makanan lainnya, reaksinya menyebabkan air terurai dan melepaskan sejumlah besar oksigen bebas. Proses ini mungkin lambat pada awalnya dengan bermula pada genangan dangkal yang disinari matahari tempat fotosintesis berlangsung sangat aktif. Kemudian oksigen menyebar ke seluruh lautan dan udara. Akhirnya hampir semua metan, amoniak, dan senyawa pereduksi lainnya tersingkir dan oksigen pun mulai terhimpun dalam atmosfer.

BUMI PADA MASA SILAM

Published by ABAD ANTARIKSA under on 21.45

Para ahli astronomi yang menelaah matahari dan bintang mengetahui bahwa benda itu hampir seluruhnya terdiri dari hidrogen dan helium. Gas-gas ringan ini amat langka adanya di bumi masa kini yang terutama terdiri dari unsur berat. Harus terjadi sesuatu sehingga unsur-unsur berat yang langka dalam kosmos ini menjadi terpisah dari hidrogen dan helium yang merupakan bagian utama awan pembentuk matahari dan planet-planetnya. Teori paling berhasil mengetengahkan pendapat bahwa mataharilah yang telah menghalau gas ringan itu.

Suatu asas fisika mengatakan bahwa bila berbagai gas dicampur pada suhu yang seragam, kebanyakan atomnya (atau molekulnya) akan bergerak dengan cepat. Makin tinggi suhunya makin tinggi pula kecepatan rata-ratanya. Atom yang ringan bergerak lebih cepat daripada yang berat. Atom yang paling ringan, yaitu hidrogen, bergerak paling cepat dan disusul oleh helium, atom kedua paling ringan. Ketika bumi sedang terbentuk, setiap hidrogen dan helium di dekatnya akan bergerak sangat cepat akibat sinaran matahari hingga atom-atom ini lepas dari gravitasi bumi bagaikan roket yang bergerak mengungguli kecepatan lepas bumi modern. Mungkin selama suatu jangka waktu singkat pada masa muda matahari, ketika matahari jauh lebih cemerlang daripada sekarang, gas yang lebih berat pun ikut lepas.

Terlepasnya atom-atom ini menyebabkan bumi hampir tidak mengandung gas. Maka atmosfer yang dimilikinya sekarang tentu timbul dari dalam dengan jumlah yang bertambah sedikit demi sedikit sepanjang masa. Gagasan ini lebih mudah diterima bila diingat bahwa atmosfer, yang bagi penghuni permukaan bumi kelihatan besar, sebenarnya kurang dari 0,000001 bagian dari seluruh masa planet ini. Lautan sudah merupakan sekitar 0,00025 bagian dari keseluruhan. Maka pengeluaran gas, yaitu lepasnya bahan yang mudah menguap dari dalam bumi, dengan jumlah tidak seberapa sudah cukup untuk menghasilkan udara dan lautan yang berlimpah-limpah.

Pengeluaran gas masih berlangsung sekarang, walaupun mungkin tidak sebanyak dahulu. Di samping gas yang disemburkan secara jelas dari gunung api, gas yang lebih banyak jumlahnya mungkin berasal dari bahan mudah menguap yang lepas dari lubang uap atau merembes perlahan lewat dasar lautan.

Mungkin atmosfer keluaran pertama dari bumi yang masih muda sangat berbeda dengan yang ada sekarang. Komposisi utamanya masih tetap hidrogen dan gas-gas yang kaya akan hidrogen; jadi, masih mencerminkan banyaknya unsur tersebut dalam kosmos. Dalam atmosfer yang begitu reduktif (sifat hidrogen yang sudah bersenyawa dengan memberikan elektronnya) tidak ada oksigen bebas yang dapat terbentuk. Di samping nitrogen lembam, atmosfer mengandung metan, yaitu komponen utama gas alam, juga amoniak, uap air dan barangkali sedikit karbon dioksida.

Uap air dalam atmosfer sangat mudah terpecah bila terkena sinar ultraviolet dari matahari. Sekarang sinar kuat itu diserap oleh oksigen pada lapisan atas yang tidak ada atau sedikit airnya. Tetapi dahulu, ketika tidak ada oksigen, sinar ultraviolet dapat mencapai molekul air dan memecahkannya menjadi hidrogen dan oksigen. Sebagian besar hidrogen segera lepas ke antariksa sedangkan oksigennya bereaksi dengan metan atau amoniak dan terbentuklah terutama karbon dioksida, nitrogen serta air. Oksigen dapat juga diserap oleh bahan lapar oksigen di kerak bumi.

Proses terpecahnya molekul air yang disebut juga fotodisosiasi ini mungkin lambat berlangsungnya, namun sedikit demi sedikit lewat oksidasi tersebut menyingkirkan sebagian metan dan gas pereduksi lainnya di atmosfer. Para ahli sejarah awal bumi tidak sependapat apakah proses itu dapat menghasilkan oksigen bebas permanen. Tetapi yang jelas oksigen lebih mudah bertambah dengan dihilangkannya beberapa gas yang dapat bereaksi dengan oksigen. Dan sekitar empat miliar tahun yang lalu, mungkin lebih awal, suatu proses luar biasa mulai, yakni awal lemah pertama kehidupan yang akhirnya akan mengendalikan komposisi atmosfer.

SEJAUH MANA TATA SURYA ITU TIADA DUANYA?

Published by ABAD ANTARIKSA under on 20.52

Sampai tahun 1930-an pun para ahli astronomi berpendapat bahwa bintang adalah matahari kosmis yang kesepian, tanpa memiliki planet satu pun. Memang buku astronomi populer zaman itu kerap kali menyatakan bahwa tata surya kita mungkin adalah satu-satunya, dan bumi boleh jadi merupakan kubu terakhir dalam alam pikiran pra-Kopernikus yang serba berpusatkan bumi. Dan meskipun baru muncul setengah abad yang lalu, pandangan ini sekarang tampak sekuno pandangan para ahli filsafat Abad Pertengahan bahwa sinar di langit itu adalah lubang-lubang kecil di surga nan agung.

Gagasan bahwa bumi tiada duanya tidaklah didasarkan pada prasangka belaka. Menurut para ahli astronomi tahun 1930-an dan sebelumnya, planet-planet ini dapat terjadi hanya karena suatu peristiwa yang teramat jarang, yaitu karena adanya dua bintang yang hampir bertumbukan sehingga tarikan kuat gravitasinya telah merobek bahan secukupnya dari masing-masing bintang untuk membentuk planet. Tetapi antariksa itu begitu lengang sehingga pertemuan dua bintang dengan cara ini hanya dapat terjadi tidak lebih dari beberapa kali saja sepanjang sejarah alam semesta.

Pada tahun 1940-an teori tabrakan, atau teori “pasang”, jatuh namanya karena tak dapat menjelaskan fakta yang ada. Tambahan pula, akibat pengalaman pahit berabad-abad para ahli astronomi menjadi curiga terhadap setiap teori yang memberikan tempat istimewa kepada tata surya kita. Pernah disarankan beberapa metode yang memperlihatkan bahwa matahari yang terisolasi pun dapat melahirkan planet tanpa terlibatnya bintang lain. Oleh karena itu adanya tata planet lain merupakan hal yang lazim, tak seorang pun dapat menduganya.

Salah satu alasan tersebarnya pengertian bahwa planet tata surya kita ini unik adalah kenyataan bahwa ahli astronomi tidak tahu bagaimana menemukan benda sekecil planet di antariksa. Tetapi pada tahun 1942 suatu penyimpangan kecil sekali berhasil diamati pada lintasan bintang kembar yang dikenal sebagai 61 Cygni. Penyimpangan ini hanya dapat diterangkan dengan adanya planet yang mengelilinginya. Meskipun belum dapat dilihat, planet ini telah diberi nama 61 Cygni C. Sejak tahun 1942 berbagai benda luar tata surya yang sama tipenya telah ditemukan, sehingga memberikan petunjuk kuat bahwa tata planet adalah hal yang cukup lazim pada setiap bintang.

Petunjuk lebih kuat diperoleh dari suatu penemuan astronomi yang memukau dan mungkin dapat disebut Kasus Aneh Hilangnya Momentum Putar. Bila kita perhatikan tata surya kita, akan kita temukan bahwa meskipun hampir seluruh massanya( 99,9 persen ) berada pada matahari, namun hampir seluruh gasingan ( 98persen ) terdapat pada planetnya. Awan gas memijar yang akhirnya terbentuk matahari rupanya telah dirampas gasingannya akibat terjadinya planet. Memang, jika kita menghitung mundur, kita temukan bahwa andaikata terbentuk tanpa planet, matahari akan bergasing 50 kali lebh cepat dari sekarang.

Kini, berkat adanya spektroskop, mungkinlah kita mengukur gasingan banyak bintang, meskipun bintang itu hanya terlihat sebagai titik cahaya dalam teleskop paling kuat sekalipun. Maka muncullah fakta yang mengejutkan: bintang-bintang muda dan panas memiliki perputaran sangat cepat, sebanding dengan laju perputaran matahari seandainya tanpa planet. Tetapi kalau kita atur bintang-bintang di dalam urutan evolusinya, yang lebih tua dan lebih dingin tampak lebih lambat gasingannya. Maka terbuktilah bahwa setiap matahari (bintang) memberikan gasingannya kepada planetnya atau bintang kecil sekutunya. Suatu perlambatan tiba-tiba sewaktu mulai berkeluarga tentu bukanlah gejala yang terbatas pada matahari saja.

TERBANG KE MASA DEPAN

Published by ABAD ANTARIKSA under on 20.46

Di bumi waktu berjalan terus tanpa menunggu siapa pun. Tetapi di antariksa seseorang yang melaju dengan laju hampir secepat cahaya akan mendapatkan bahwa waktu hampir berhenti. Maka, andaikata seorang antariksawan dapat dikirimkan ke Galaksi Andromeda dan kembali lagi hampir secepat cahaya, bumi akan bertambah tua empat juta tahun sewaktu antariksawan itu kembali ke bumi, sedangkan umur orang itu sendiri hanya bertambah 56 tahun.

Paradoks ini bukanlah sekedar khayalan belaka. Hal ini untuk pertama kalinya diajukan oleh Albert Einstein dan sekarang telah mendapat dukungan bukti eksperimental dari dunia partikel atom. Meson, yang biasanya berumur pendek, memerlukan waktu lebih panjang untuk melapuk bila bergerak dengan kecepatan amat tinggi daripada bila bergerak relatif lambat: jangka umurnya direntang sebagaimana umur antariksawan akan diperpanjang andaikata ia bergerak dengan kecepatan hampir mendekati kecepatan cahaya.

Meskipun begitu, dalam masa depan yang dapat diperkirakan terbang menuju bintang jauh harus masih merupakan impian belaka. Pembuatan roket, yang agak mendekati kecepatan cahaya pun mungkin masih harus menunggu beberapa abad lagi. Dalam masa hidup kita sekarang ini, kita harus puas dengan kendaraan kecil dan lambat buatan abad antariksa yang kecepatan meluncurnya lebih dari puluhan ribu kilometer setiap jam.

PERJALANAN HEMAT BERKAT BAHAN BAKAR NUKLIR

Published by ABAD ANTARIKSA under on 20.45

Mesin roket masa kini tak dapat mengangkut bahan bakar konvensional cair ataupun padat cukup banyak untuk melakukan banyak olah gerak antar planet. Untuk perjalanan berawak dari planet ke planet dalam tata surya diperlukan roket nuklir. Setelah secara luas dilakukan pengujian reaktor plutonium eksperimental dan telaah berbagai rancangan mesin, kini telah dikembangkan sebuah prototipe roket nuklir berinti padat.

Pada roket konvensional bahan bakarnya sendiri didorong keluar untuk menggerakkan pesawat. Dalam propulsi nuklir, bahan bakarnya, entah uranium entah plutonium, dapat digunakan dengan dua cara. Bahan itu dapat diledakkan sehingga dapat digunakan sebagai propelan, atau mungkin juga sebagai pembangkit radiasi yang akan meningkatkan hasil kerja propelan tertentu. Radiasi itu dapat digunakan untuk memanasi propelan atau membangkitkan listrik yang menjepit propelan ini hingga keluar sebagai arus tipis yang tinggi kecepatannya; tiap metode mempertinggi tingkat efisiensi propelan. Buster konvensional masih harus digunakan untuk mengangkat roket lepas dari bumi. Tetapi sekali sudah ada di atas, bahan bakar nuklir dapat menghasilkan gaya dorong lebih awet yang diperlukan agar kendaraan tetap berjalan untuk menempuh jarak yang sangat jauh di antariksa. Dengan perancangan yang lebih maju, mesin seperti itu dapat memperoleh energi sebesar delapan kali energi roket masa kini yang menggunakan bahan bakar kimia.

KECEMASAN TERHADAP KEADAAN TANPA BOBOT

Published by ABAD ANTARIKSA under on 20.43

Hantu besar bagi penerbangan di antariksa adalah keadaan tanpa bobot yang sering disebut gaya berat nol. Istilah terakhir ini secara teknis tidak tepat, sebab antariksawan dalam sebuah satelit yang mengorbit tetap berada dalam pengaruh gaya berat seperti kalau ia berdiri di tanah. Tetapi, karena ia tidak lagi melawan gaya berat. Keadaan itu tepat sama dengan keadaan di dalam sebuah elevator yang jatuh bebas: orang di dalamnya akan melayang. Tetapi jatuh bebasnya sebuah elevator hanya beberapa detik lamanya, sedangkan kapal antariksa dapat “jatuh” untuk selama-lamanya mengelilingi bumi atau mengelilingi matahari.

Ada kekhawatiran bahwa keadaan tanpa bobot yang berhari-hari lamanya akan menyebabkan mabuk tak terkendalikan, hilangnya koordinasi otot, liarnya detak jantung, dan aneka ragam perubahan berbahaya dalam fungsi tubuh. Penerbangan Laika (anjing pertama) selama seminggu dalam Sputnik II menghapuskan kekhawatiran tersebut dan Program Gemini membuktikan bahwa keadaan tanpa bobot itu tidak menimbulkan persoalan apapun bagi manusia sampai batas dua minggu. Antariksawan L. Gordon Cooper dan Charles Conrad telah membuat rekor penerbangan antariksa selama delapan hari pada bulan Agustus 1965. Bahkan pada bulan Desember tahun itu juga antariksawan Frank Borman dan James Lovell mampu menahan keadaan tanpa bobot selama 14 hari kurang sedikit. Pada tahun 1974 tiga antariksawan berada dalam keadaan tanpa bobot selama 84 hari dalam stasiun antariksa Skylab. Rekor ini dipecahkan oleh dua orang antariksawan Rusia yang tinggal dalam stasiun antariksa Salyut 6 selama 175 hari. Belum diketahui akibat keadaan tanpa bobot yang berjangka panjang – katakan dalam perjalanan ke Mars yang hampir mencapai satu tahun.

Di dalam lingkungan Skylab yang bebas bobot itu, otot jantung dan pembuluh darah melembek karena menjadi lemah akibat kurangnya penggunaan. Badan yang tidak cukup digerakkan juga akan kehilangan cairan, jaringan otot dan sebagian kalsium yang mengeraskan tulang. Rombongan antariksawan pertama bersenam setengah jam sehari untuk menekan efek ini sampai minimum. Meskipun demikian, setelah dua minggu, pengujian tes menunjukkan bahwa mereka kehilangan sebagian kemampuan berolah gerak dalam keadaan normal di medan gaya berat. Ketika penugasan selesai, jantung mereka mengerut tiga persen dari ukuran semula. Pengantariksaan 84 hari rombongan ketiga mungkin dapat menimbulkan perubahan yang lebih drastis lagi. Tetapi pengaruh penerbangan lama itu sangat berkurang berkat tambahan waktu senam menjadi satu setengah jam sehari. Kecuali lebih banyaknya kadar kalsium yang hilang, rombongan ketiga mengakhiri penugasan mereka dalam kondisi yang lebih baik daripada yang pertama.

BULAN SEBAGAI BENDA JATUH

Published by ABAD ANTARIKSA under on 20.39

Newton tidak menemukan gravitasi karena melihat apel jatuh ataupun kejatuhan apel, sebagaimana kerap kali diceritakan dalam legenda yang banyak beredar. Hukum mengenai benda jatuh telah ditelaah secara luas, tetapi hanya diterapkan di bumi. Belum terpikir gravitasi sebagai gaya universal yang mempengaruhi semua benda dimanapun adanya. Jelaslah, demikian pendapat orang pada zaman itu, bahwa hukum tersebut tidak berlaku untuk benda langit, karena benda langit tidak jatuh ke bumi. Newton menunjukkan kecemerlangan otak jeniusnya dengan menerapkan hukum tadi pada bulan yang tidak jatuh.

Ia mengetahui dari pengamatan bahwa suatu benda yang dilemparkan mendatar akan menempuh suatu lengkungan yang akan semakin datar bila benda itu makin cepat. Ia berpikir bahwa kecepatan tinggi, yaitu 3.700 kilometer per jam, mungkin cukup untuk mendorong bulan sehingga terus beredar mengikuti orbitnya dan tidak jatuh seperti benda lainnya. Dengan membuat dugaan cerdik berdasarkan sifat matematis elips Kepler, ia beranggapan bahwa makin jauh dari bumi, makin menurunlah gaya gravitasi bumi dan penurunan itu sebesar pangkat dua jaraknya.

Usaha pertama Newton untuk menguji gagasan itu pada bulan tidaklah sepenuhnya berhasil. Tetapi setelah diperolehnya taksiran ukuran bumi yang lebih tepat, teorinya bekerja dengan mengagumkan. Memang bulan bergerak cukup cepat sehingga gravitasi bumi, yang telah dilemahkan oleh jarak, tetap menahannya dalam orbit. Newton telah melakukan hal luar biasa yang merupakan salah satu prestasi paling besar dalam sejarah pemikiran. Ia memakai gaya yang menyebabkan benda jatuh ke tanah justru untuk menjelaskan mengapa ada benda yang tidak jatuh.

MISTERI LUBANG HITAM

Published by ABAD ANTARIKSA under on 17.43

Gravitasi adalah gaya yang paling kita kenal, tetapi sekaligus merupakan yang paling terselubung rahasia. Tidak seperti gaya alam lainnya, gaya ini bersifat satu arah dan kumulatif ( semakin bertambah besar ). Semua massa saling tarik – menarik berkat gravitasi, dan semakin dekat semakin besar gaya yang bekerja. Lebih dari satu generasi yang lalu J. Robert Oppenheimer dan mahasiswanya Hartland Snyder berteori bahwa suatu benda yang cukup rapat dan padat akan memiliki gaya gravitasi sedemikian besar sehingga bahan pembentuknya akan runtuh. Benda ini akan mengerut dan menjadi bola kecil yang gravitasinya demikian besar sehingga tiada satu benda bahkan cahaya pun, akan mampu lepas dari tarikannya. Benda itu akan menjadi “lubang hitam”. Benda itu akan tetap ada, tetapi tak dapat dilihat. Memang, satu – satunya jalan untuk mendeteksinya hanyalah melalui gravitasinya.

Sejak masa Oppenheimer ilmu fisika tentang lubang hitam itu telah bercabang dalam berbagai arah. Kini telah disepakati bahwa bintang yang massanya lebih dari dua setengah massa matahari akhirnya akan meledak, dan sebagian bahannya akan membentuk lubang hitam. Dalam hal ini pendapat para ahli teori sangat berbeda – beda. Mereka yang lebih berhati – hati telah menemukan lubang hitam mereka yang dapat diamati, yaitu sumber sinar X sangat kuat di langit. Sinar itu terjadi bila bahan dari bintang biasa di dekatnya terisap masuk lubang hitam pada kecepatan sangat tinggi. Benda ini masih merupakan bagian alam semesta “kita”, dan kebetulan saja teramati berkat bahan yang ditangkapnya.

Para ahli teori yang lebih radikal berpendapat bila sebuah bintang padat runtuh hingga membentuk lubang hitam, bintang itu tidak hanya akan lenyap dari segala macam pengamatan yang mungkin, tetapi benar – benar akan meninggalkan alam semesta kita untuk muncul entah dimana – dan mungkin “entah kapan”, artinya di kurun waktu lain. Beberapa ahli kosmologi berteori bahwa quasar, yaitu benda serupa bintang dengan kecerlangan luar biasa yang tampak bermilyar – milyar tahun cahaya jauhnya, sebenarnya adalah “lubang putih”, atau bintang yang telah meninggalkan alam semesta lain lalu muncul secara tiba – tiba dalam alam semesta kita. Sejalan dengan kemungkinan – kemungkinan ini berkembanglah pikiran tentang “antariksa super”, yaitu semacam antariksa yang merupakan terowongan dan selalu berhubungan dengan alam semesta lain. Dalam antariksa super itu waktu tidak mempunyai arti sedikit pun –disitu tidak ada masa lalu atau masa mendatang, yang ada hanyalah masa kini yang tanpa akhir.