Sunrays

Blogger Template by ThemeLib.com

Powered By Blogger

BILA BINTANG MENARI-NARI

Published by ABAD ANTARIKSA under on 19.07

Pada malam yang paling cerah sekalipun, yakni pada saat langit hitam membeledu dan bintang berkelap-kelip bagaikan permata, kerap kali orang tak dapat melakukan pengamatan serius. Santir-santir bintang menari-nari bagaikan kutu, dan tanda-tanda pada permukaan planet menjadi kabur. Para ahli astronomi menyebut keadaan itu “ketampakan buruk”. Keadaan ini sampai tahap tertentu dapat dihindari dengan mendirikan observatorium di puncak gunung di daerah kering. Di situ jarang ada awan dan kebanyakan golakan atmosfer berada di bawahnya. Tetapi di tempat paling baik pun, ketampakan buruk membatasi kemampuan teleskop yang paling peka.

Akibat ketampakan buruk, mata telanjang manusia masih menempati tempat terhormat dalam astronomi keplanetan. Pemotretan sebuah planet, walaupun dilakukan dengan teleskop besar, memerlukan waktu pencahayaan yang agak panjang dan selama itu golakan atmosfer mengaburkan santir dan melenyapkan ditil-ditil halus. Tetapi mata manusia yang mampu melihat dalam sekejap dapat mengamati planet dari belakang teleskopnya malam demi malam dengan menantikan saat-saat langka ketika atmosfer kebetulan terang. Pada saat sekejap yang memesonakan permukaan planet menjadi luar biasa jelasnya. Tanda-tanda yang menggoda tiba-tiba saja terlihat dan dengan cepat lenyap kembali. Bila pengamat cukup ahli dan terlatih, ia dapat membuat corat-coret yang menggambarkan beberapa tanda sebelum lenyap.

Bahkan andaikata atmosfer itu selalu dalam keadaan terang sepenuhnya, kita tetap terhalang olehnya. Udara pada hari cerah tampak tembus pandang karena mata hanya peka untuk mengindra gelombang tertentu dari raidasi elektromagnetik – yaitu gelombang cahaya kasat mata – yang tidak diserap atmosfer. Terhadap lain-lain jenis radiasi, atmosfer sama kedapnya dengan asap tebal. Ahli astronomi menggambarkan keadaan itu dengan kata-kata yang agak aneh, yakni bahwa cahaya yang dilihat oleh mata ini telah melewati “jendela cahaya kasat mata” di dalam atmosfer.

Atmosfer dapat dibayangkan sebagai dinding kedap yang dipasang melingkupi seluruh spektrum gelombang elektromagnetik. Pada dinding itu terdapat berbagai lubang atau jendela yang masing-masing cocok dengan gelombang tertentu pada berbagai spektrum. Salah satu jendela itu dapat dilewati cahaya kasat mata; jendela lain melewatkan sekelompok gelombang inframerah. Gelombang yang jatuh pada bagian di antara jendela tak dapat lewat.

Aneka cahaya dideteksi dan direkam oleh para ahli astronomi berkat teknik yang secara kasar menyerupai cara mata menanggapi cahaya kasat mata. Tetapi atmosfer memiliki suatu jendela lain yang lebar. Jendela ini dilewati oleh gelombang yang harus diperlakukan dengan cara lain. Tidak ada makhluk bumi yang dengan organ indra alamnya memanfaatkan gelombang tersebut, karena demikian panjang sehingga merupakan gelombang radio dan harus “dilihat“ dengan alat penerima radio.

0 komentar:

Posting Komentar